Minggu, 07 Februari 2010

Centrifugal Compressor Control

Dalam industri proses, compressor banyak digunakan untuk menangani gas (gas handling) yaitu dengan jalan menaikan tekanan gas. Seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini, gas dari titik A hendak dipindahkan ke titik C. Untuk melakukan ini, sebuah compressor digunakan untuk menaikan tekanan gas dari P1 ke P2 , sehingga gas bisa mengalir ke titik C. Tekanan di titik C, P3

Sebagaimana peralatan proses lainnya, maka operasi compressor juga perlu dikontrol sehingga kondisi operasi yang diinginkan oleh unit proses yang dilayaninya selalu terpenuhi.
Ada 3 jenis compressor yang biasa digunakan, yaitu Centrifugal Compressor, Rotary Compressor dan Reciprocating Compressor. Tulisan ini membahas sistem kontrol untuk centrifugal compressor, sedangkan sistem kontrol untuk kedua jenis compressor lainnya akan dibahas pada lain kesempatan.
Prinsip Operasi Compressor. Sebelum membahas metoda control yang digunakan dalam centrifugal compressor, terlebih dahulu akan diuaraikan beberapa hal dasar yang berkaitan dengan operasi centrifugal compressor, yaitu compressor performance curve, surge phenomena, system curve dan compressor operating point.
Centrifugal compressor merupakan peralatan yang mengkonversi momentum gas menjadi head (pressure). Berikut adalah persamaan kerja centrifugal compressor.


Compressor Performance Curve. Apabila compressor dioperasikan pada , TI, R, n,  dan Z yang constant, maka kurva PD terhadap W untuk beberapa nilai PI dapat digambarkan sbb:



Sedangkan bila berubah-ubah, maka kurva-nya dapat digambarkan sbb


Surge Phenomena. Seperti terlihat pada kedua kurva diatas, terdapat garis yang berbentuk parabolik disebelah kiri kurva, yang disebut surge line. Apabila compressor beroperasi pada aliran rendah sehingga melewati surge line kekiri, maka operasi compressor akan menjadi tidak stabil dan terjadi aliran bolak-balik yang akan menyebabkan vibrasi dan kerusakan. Kondisi ini disebut surging. Untuk menghindari surging, compressor harus dioperasikan pada flow yang lebih besar dari surge line, jadi titik operasi compressor harus berada disebelah kanan surge line.
System Curve. Bila gas dengan tekanan/pressure tertentu dialirkan melalui suatu sistem pemipaan (yang terdiri dari pipa, valve, elbow, reducer serta komponen sistem pemipaan lainnya), akan terjadi kehilangan tekanan (pressure drop) sepanjang sistem pemipaan tersebut. Apabila kita plot kurva antara pressure drop vs flow, maka akan terbentuk kurva seperti terlihat pada gambar berikut. Kurva tersebut disebut system curve. Pada curve ini, pressure drop terdiri dari 2 komponen, yaitu static pressure antara dua titik sebagai titik acuan dan dynamic pressure drop sebagai akibat dari adanya friksi aliran sepanjang sistem pemipaan antara kedua titik acuan tersebut. Static pressure bernilai tetap dan tidak bergantung pada aliran/flow yang melalui system, sebaliknya dynamic pressure drop berbanding lurus dengan kwadrat kecepatan alir (flowrate).



System curve tidak bergantung pada sumber atau peralatan yang menyupply gas (compressor), jadi meskipun terjadi perubahan pada peralatan supply gas tersebut, system curve tidak berubah. System curve akan berubah jika terjadi perubahan pada system, misalnya perubahan ukuran pipa atau membuka atau menutupnya valve. Seperti terlihat pada gambar diatas, jika valve membuka (friksi sistem berkurang), maka flow akan bertambah dan pressure drop berkurang, system curve akan bergeser ke kanan (curve b). Sebaliknya jika valve menutup (friksi bertambah), maka system curve akan bergeser ke kiri (curve c).
Compressor Operating Point. Ketika compressor dikoneksikan dengan system, titik operasi (operating point) dari compressor tersebut dapat diperoleh dengan meletakan system curve dan compressor performance curve dalam suatu curve. Titik perpotongan antara kedua curve tersebut merupakan titik operasi dari compressor, seperti terlihat pada gambar berikut.



Besarnya flow dan pressure yang diberikan/dihasilkan oleh compressor bisa dibaca pada titik perpotongan tersebut. Titik operasi dapat digeser/diubah dengan cara mengubah system curve (dari titik a ke titik b) atau mengubah performance curve (dari titik a ke titik c). Prinsip inilah yang mendasari cara kerja compressor control yaitu menjaga titik operasi di lokasi tertentu pada curve.
Compressor Control Type. Ada beberapa jenis sistem kontrol compressor centrifugal, yaitu 1) Performance Control, 2) Antisurge Control, dan 3) Load Sharing Control.
Performance Control. Sama seperti pada HE control yang dibahas pada serie sebelumnya, dalam pembahasan mengenai performance control juga terdapat dua issue penting, yaitu penentuan controlled variable dan manipulated variable. Untuk issue pertama, yang menjadi controlled variable dalam performance control bisa flow/kapasitas, discharge pressure atau inlet/suction pressure, bergantung pada pertimbangan operasi. Sedangkan issue kedua, yaitu manipulated variable juga terdiri dari beberapa opsi, yaitu suction flow/pressure melalui suction throttling, suction flow/pressure melalui inlet guide vane, discharge flow/pressure melalui discharge throttling dan variable speed. Gambar berikut menunjukan beberapa konfigurasi performance control dengan flow/kapasitas sebagai control variable.



Suction throttling. Kapasitas compressor dapat dikontrol dengan memanipulasi inlet pressure PI, yaitu dengan jalan menempatkan control valve di suction (suction throttling). Untuk menjelaskan operasi compressor pada konfigurasi ini, perhatikan constant speed curve pada gambar dibawah ini. Andaikan pada awalnya compressor beroperasi pada titik (1), yang merupakan perpotongan antara performance curve I dan system curve A, yaitu pada flow 9,600 lbm/hr dan discharge pressure 140 psia. Selanjutnya diinginkan flow berkurang menjadi 5,600 lbm/hr. Dengan suction throttling (mengubah inlet pressure PI), berarti mengubah performance curve, dengan system curve-nya tetap. Jadi titik operasi baru tersebut terletak pada system curve lama A dan performance curve baru (katakan curve III), dengan flow sebesar 5,600 lbm/hr dan discharge pressure sebesar 70 psia, titik (3). Jika performance curve I tidak berubah, flow sebesar 5,900 lbm/hr terletak pada titik (4), dengan discharge pressure sebesar 190 psia. Untuk mengubah/menggeser titik dengan flow sebesar 5,900 lbm/hr di performance curve I (titik 4) ke performance curve III (titik 3), kita harus mengurangi discharge pressure sebesar 190 psia – 70 psia = 120 psi. Jika compressor pressure ratio sebesar 10, maka untuk mengurangi discharge pressure ini diperlukan pengurangan inlet pressure sebesar 120/10 = 12 psi, yang dilakukan dengan menutup suction control valve.

Discharge throttling. Kapasitas compressor dapat juga dikontrol dengan menempatkan control valve di discharge. Dengan discharge throttling berarti yang diubah adalah system curve, sedangkan performance curvenya tetap. Untuk menjelaskan prinsip kerjanya perhatikan kembali constant speed curve pada gambar diatas. Mula-mula compressor beroperasi pada titik (1) yang merupakan perpotongan antara performance curve I dan system curve A, yaitu pada flow 9,600 lbm/hr dan discharge pressure 140 psia. Selanjutnya dikehendaki flow berkurang menjadi 5,900 lbm/hr. Pada performance curve I, flow sebesar 5,900 lbm/hr, terletak pada titik (4) yang merupakan perpotongan dengan system curve C, dengan discharge pressure sebesar 190 psia. Jika system curve tidak berubah, maka flow sebesar 5,900 lbm/hr ini di system curve A terletak pada titik (3), pada pressure 70 psia. Untuk mengubah/menggeser titik (3) pada curve A ke titik (4) pada curve C perlu pengurangan pressure sebesar 190-70=120 psi, yang diperoleh dengan menutup discharge control valve.
Selanjutnya, mari kita lihat bagaimana jika titik operasi compressor bergeser dari titik (1) ke titik (2). Titik (1) merupakan perpotongan antara performance curve I dan system curve A, yaitu pada flow 9,600 lbm/hr dan discharge pressure 140 psia. Sedangkan titik (2) merupakan perpotongan antara performance curve II dan system curve B, yaitu pada flow 5,900 lbm/hr dan discharge pressure 140 psia. Karena titik operasi baru terletak pada performance curve dan system curve baru, yang berbeda dengan sebelumnya, maka pergeseran ini hanya bisa dilakukan dengan jalan suction throttling (merubah performance curve) dan discharge throttling (mengubah system curve) sekaligus. Kita mulai dengan melihat perubahan system curve A ke B. Flow sebesar 5,900 lbm/hr pada curve A terletak di titik (3) pada discharge pressure 70 psia, sedangkan flow yang sama pada curve B terletak pada titik (2) pada pressure 140 psia, jadi harus ada pengurangan discharge pressure sebesar 140-70=70 psi, yaitu dengan menutup discharge control valve. Selanjutnya mari kita lihat perubahan performance curve I ke II. Flow sebesar 5,900 lbm/hr pada curve I terletak di titik (4) yaitu pada pressure 190 psia, sedangkan pada curve II terletak di titik (2) pada pressure 140 psia, jadi harus ada pengurangan discharge pressure 190-140=50 psi. Jika compressor pressure ratio sebesar 10, maka untuk pengurangan discharge pressure ini diperlukan pengurangan inlet pressure sebesar 50/10=5 psia, ini dilakukan dengan menutup suction control valve.
Inlet Guide Vane. Dalam metode ini, inlet pressure/flow diubah-ubah dengan mengatur guide vane yang terletak pada inlet compressor. Jadi prinsip kerjanya sama dengan inlet throttling, yaitu mengubah performance curve. Keuntungan guide vane dibandingkan dengan inlet throttling adalah lebih efisien karena pressure loss yang terjadi sangat kecil. Akan tetapi, kekurangannya adalah lebih kompleks dan harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan control valve.
Variable Speed. Kapasitas control juga dapat dilakukan dengan mengubah-ubah speed compressor. Untuk lebih jelasnya perhatikan kurva variable speed berikut.



Andaikan kita mau mengubah titik operasi compressor dari (1) pada flow 9,600 lbm/hr dan discharge pressure 140 psia ke (2) pada flow 6,700 lbm/hr dan discharge pressure 80 psia, maka yang dilakukan adalah hanya dengan mengurangi speed compressor dari 100% menjadi 70%. Jika hal ini dilakukan dengan suction throttling, maka inlet pressure harus dikurangi (140-80)/10=6 psi, yang merupakan kehilangan pressure (losses) di inlet control valve. Ini sangat bertolak belakang dengan variable speed, dimana pengurangan speed ke 70% berarti daya yang diperlukan juga berkurang. Hal inilah yang merupakan keuntungan dari variable speed control dibandingkan dengan suction throttling, yaitu lebih efisien.
Antisurge Control. Antisurge control berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi surging pada compressor yang sedang beroperasi, yaitu dengan jalan menjaga titik operasinya agar selalu berada di sebelah kanan surge line. Terdapat banyak konfigurasi antisurge control, sebagian akan dibahas di sini.
Fixed Setpoint Antisurge Control. Untuk menjaga agar titik operasi compressor selalu berada di sebelah kanan surge line, yang berarti juga menjaga agara discharge flow selalu lebih besar dari surge flowrate, dapat dilakukan dengan mengembalikan sebagian flow dari discharge ke suction/inlet compressor, seperti terlihat pada gambar berikut.




Sesuai dengan namanya, maka pada konfigurasi ini, setpoint untuk antisurge controller (FC) dibuat fixed/tidak berubah. Biasanya nilai setpoint tersebut diambil cukup besar sehingga aman untuk semua kondisi operasi. Sebagai contoh perhatikan performance curve berikut ini.



Misalnya titik operasi compressor berada pada titik (1) yang merupakan perpotongan antara performance curve I dan system curve A, yaitu pada flow 9,600 lbm/hr dan discharge pressure 140 psia. Andaikan setpoint antisurge control (FC) adalah 5,700 lb/hr. Apabila karena sesuatu hal, flow yang berasal dari hulu compressor berkurang, yang berarti suction pressure turun, maka performance curve akan bergeser ke bawah, discharge pressure turun. Untuk mempertahankan discharge pressure, performance control (PC) akan menutup discharge control valve, system curve akan bergeser ke atas. Jika suction flow berkurang hingga 5,700 lbm/hr, maka titik operasi baru akan bergeser ke titik (2) yang merupakan perpotongan antara performance curve II dan system curve B, yaitu pada flow 5,700 lbm/hr dan discharge pressure 140 psia. Jika flow dari hulu terus turun, maka antisurge valve akan mulai membuka, sehingga sebagian discharge flow akan dikembalikan ke suction. Dengan cara ini flow yang masuk ke compressor akan dijaga pada 5,700 lbm/hr, sehingga tidak terjadi surging, walaupun mungkin flow yang dari hulu sudah berada di bawah surge line.
Variable Setpoint Antisurge Control. Konfigurasi fixed setpoint antisurge control di atas mempunyai banyak kelemahan, diantaranya tidak efisien karena untuk menjaga agar kondisi tetap aman pada semua kondisi operasi, maka setpoint untuk antisurge control harus diambil cukup besar sehingga akan banyak gas (flow) yang dikembalikan ke suction. Untuk meningkatkan efisiensi, bisa saja setpoint controller diambil tidak terlalu besar/tidak terlalu jauh dari surge line sehingga tidak banyak gas dikembalikan ke suction, akan tetapi ini bisa mendatangkan risiko, yaitu apabila terjadi perubahan kondisi operasi yang menyebabkan surge line bergesar ke kanan, maka bisa jadi setpoint tersebut sudah masuk ke daerah surging. Untuk mengatasinya, maka setpoint antisurge controller dibuat tidak fixed, tetapi berubah-ubah sesuai kondisi operasi saat itu.
Surge curve dapat dihitung (diperkirakan) dengan persamaan (PD – PI) – K1Q2(PI/TI), dengan Q adalah volume flowrate dan KI merupakan konstanta. Karena head loss (differential pressure) pada orifice h = K2Q2(PI/TI) maka dapat diperoleh persamaan untuk surge curve (PD – PI) = K3h . Titik operasi aman berada pada kondisi (PD – PI)

Nilai b adalah safety margin yang merupakan jarak antara surge point dan setpoint. Dengan konfigurasi ini, setpoint antisurge control tidak fix, melainkan bergantung pada kondisi operasi. Jika surge pointnya bergerak ke kiri, maka setpointnya juga ikut bergerak ke kiri dengan jarak tetap sebesar b, dengan cara ini energy loss akibat kebanyakan flow yang dikembalikan ke suction dapat dihindari. Karena control dalam konfigurasi ini bersifat discontinuous, maka controller yang digunakan harus dilengkapi dengan anti reset windup.
Trisen Antisurge Control. Pada kedua tipe antisurge control sebelumnya, dapat dilihat bahwa pencegahan surging dilakukan dengan mengembalikan sebagian discharge flow ke suction, pada hal mengembalikan flow ke suction sama saja dengan membuang-buang energi. Karena itu, issue yang paling penting dalam antisurge control adalah bagaimana merancang konfigurasi antisurge control sedemikian sehingga energi yang terbuang tersebut bisa diminimumkan sambil tetap menjaga agar tidak terjadi surging. Hal inilah yang juga mendasari perancangan Trisen Antisurge Control.
Secara garis besar, beberapa fitur yang dimiliki oleh Trisen Antisurge Control adalah: 1) Tersedia dua jenis performance curve sebagai basis algoritma, yaitu (PD/DI) vs (h/PI) dan (PD-PI) vs h. 2) Berdasarkan control line dengan safety margin berubah secara otomatis jika terjadi surging. 3) Dilengkapi dengan setpoint hover function yang mengembalikan titik operasi mendekati control line. 4) Tersedia algoritma dengan dynamic adaptive gain. 5) Dilengkapi proportion only function yang akan membuka antisurge valve tanpa dipengaruhi oleh normal antisurge control. 6) Dilengkapi valve linearization function.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa surging line pada curve dibuat dengan asumsi kondisi suction maupun gas properties konstan, pada hal pada kondisi aktual tidak demikian, sehingga bisa saja terjadi pada saat operasi, surging line akan bergeser ke kanan atau ke kiri, yang menyebabkan surging terjadi diluar prediksi controller. Untuk mengatasi permasalahan ini, dalam Trisen control, performance curve tidak diplot dengan basis PD vs V tetapi menggunakan basis Rc (PD/PI) vs hc (h/PI) (h adalah orifice differential pressure), yang disebut sebagai pressure ratio methode. Pada curve baru ini, surge line tidak berubah, walaupun terjadi perubahan pada kondisi suction maupun gas properties. Oleh karena itu, curve ini disebut juga dengan universal surge line. Atau pada kondisi dimana PI relatif konstant atau surge line linear maka bisa menggunakan basis yang lebih sederhana, yaitu (PD-PI) vs h, yang disebut dengan pressure rise methode.

Seperti terlihat pada performance curve di atas, bahwa surge line tidak tegak lurus tetapi berbentuk parabolik, yang berarti bahwa surge flow berubah-ubah bergantung pada kondisi operasi saat itu. Selain itu, mengingat adanya delay baik yang berasal dari karakteristik controlnya sendiri maupun dari prosesnya, maka untuk menghindari surging, control harus sudah mulai beraksi sebelum terjadinya surging. Jadi harus ada safety margin antara surge point dan point dimana control mulai beraksi. Untuk maksud ini, didefinisikan suatu parameter yang disebut dengan control line, yaitu sebuah garis yang identik dengan surge line dan terletak di sebelah kanan surge line, yang dibuat dengan cara menambah nilai safety margin ke surge line. Setpoint untuk antisurge control akan mengikuti control line ini. Control line ini tidak tetap tetapi bisa berubah. Jika karena sesuatu sebab (misalnya transmitter rusak, surge line yang dibuat salah, safety margin yang terlalu kecil, kondisi proses yang berubah secara cepat atau karena controller tunning yang tidak benar) sehingga terjadi surging (titik operasi menyeberangi surge line ke kiri), maka safety margin secara otomatis akan bertambah sehingga dengan sendirinya control line akan bergeser ke kanan. Ini dimaksud agar surge control dapat bereaksi lebih cepat, untuk mengembalikan titik operasi ke daerah aman.



Umumnya, titik operasi compressor tidak selalu berada pada control line, terkadang dia berada jauh di debelah kanan control line. Suatu fungsi dalam Trisen Control yang disebut dengan setpoint hover function digunakan untuk mengembalikan titik operasi ke control line dengan jalan mengurangi setpoint (ramped down).
Trisen Control juga dilengkapi dengan dynamic adaptive gain. Jika titik operasi berada di sebelah kanan control line, maka control gain akan berkurang. Sebaliknya jika titik operasi bergerak mendekati control line, control gain akan bertambah dan terus bertambah jika titik operasi masih terus bergerak ke kiri mendekati surge line. Dengan cara ini, maka surge control akan meresponse dengan cepat untuk membuka antisurge control valve ketika titik operasi mendekati surge line sehingga surging bisa dihindari. Sebaliknya jika titik operasi bergerak ke kanan, antisurge control valve akan menutup secara perlahan.
Trisen Control juga dilengkapi dengan proportional only function. Dengan fungsi ini, Trisen Control akan memaksa membuka control valve tanpa menghiraukan aksi normal antisurge control. Fitur ini berfungsi pada kondisi dimana oleh karena suatu sebab (misalnya terjadi process upset) sehingga titik operasi bergeser ke kiri melewati control line, dan normal antisurge control tidak mampu mengembalikannya. Pada kondisi tersebut, fungsi ini akan memulai membuka antisurge control valve pada jarak/margin tertentu dari surge line (sesuai setting) dan mencapai bukaan penuh saat titik operasi mencapai surge line. Dengan fungsi ini, compressor bisa terhindar dari terjadinya surging.
Trisen Control juga menyediakan valve linearization function untuk control valve dengan tipe equal presentage, sehingga bisa diperoleh proses gain yang linear. Dengan cara ini, ketidak stabilan sistem yang disebabkan perubahan titik operasi dapat dihindari.
Gambar berikut ini adalah blok diagram Trisen Antisurge Control.


Umumnya, titik operasi compressor tidak selalu berada pada control line, terkadang dia berada jauh di debelah kanan control line. Suatu fungsi dalam Trisen Control yang disebut dengan setpoint hover function digunakan untuk mengembalikan titik operasi ke control line dengan jalan mengurangi setpoint (ramped down).
Trisen Control juga dilengkapi dengan dynamic adaptive gain. Jika titik operasi berada di sebelah kanan control line, maka control gain akan berkurang. Sebaliknya jika titik operasi bergerak mendekati control line, control gain akan bertambah dan terus bertambah jika titik operasi masih terus bergerak ke kiri mendekati surge line. Dengan cara ini, maka surge control akan meresponse dengan cepat untuk membuka antisurge control valve ketika titik operasi mendekati surge line sehingga surging bisa dihindari. Sebaliknya jika titik operasi bergerak ke kanan, antisurge control valve akan menutup secara perlahan.
Trisen Control juga dilengkapi dengan proportional only function. Dengan fungsi ini, Trisen Control akan memaksa membuka control valve tanpa menghiraukan aksi normal antisurge control. Fitur ini berfungsi pada kondisi dimana oleh karena suatu sebab (misalnya terjadi process upset) sehingga titik operasi bergeser ke kiri melewati control line, dan normal antisurge control tidak mampu mengembalikannya. Pada kondisi tersebut, fungsi ini akan memulai membuka antisurge control valve pada jarak/margin tertentu dari surge line (sesuai setting) dan mencapai bukaan penuh saat titik operasi mencapai surge line. Dengan fungsi ini, compressor bisa terhindar dari terjadinya surging.
Trisen Control juga menyediakan valve linearization function untuk control valve dengan tipe equal presentage, sehingga bisa diperoleh proses gain yang linear. Dengan cara ini, ketidak stabilan sistem yang disebabkan perubahan titik operasi dapat dihindari.
Gambar berikut ini adalah blok diagram Trisen Antisurge Control.

Load Sharing Control. Dalam operasinya sering kali dua atau lebih compressor digunakan secara paralel. Tujuannya bermacam-macam antara lain untuk meningkatkan kapasitas atau agar bisa digunakan dalam mode operation/standby/repair. Load sharing control berguna untuk menyeimbangkan beban kepada semua compressor yang digunakan secara paralel tersebut. Tujuannya adalah untuk mencegah jangan sampai ada compressor yang mengalami surging sementara compressor lainnya masih jauh dari surging, juga untuk meningkatkan efisiensi. Gambar berikut adalah contoh konfigurasi load sharing control.



Hardware. Selain konfigurasi/struktur kontrol yang digunakan, pemilihan perangkat keras yang akan digunakan juga akan mempengaruhi kinerja compressor control yang dibangun, terutama menyangkut response time dari perangkat keras tersebut. Compressor merupakan sistem dengan response yang sangat cepat, oleh karena itu perangkat keras yang digunakan juga harus memiliki response time yang cepat.
Control System Hardware. Hingga saat ini, jenis perangkat keras control system yang digunakan untuk aplikasi compressor control sangat bervariasi, mulai dari pneumatic control, analog electronic sampai dengan perangkat yang berbasis teknologi digital. Untuk mengimbangi response compressor yang sangat cepat, maka waktu eksekusi (execution time) control juga harus cepat, umumnya yang digunakan adalah lebih kecil dari 100 ms. Itu sebabnya, mengapa beberapa vendor menyediakan perangkat compressor control khusus dengan waktu eksekusi yang lebih cepat dibandingkan dengan perangkat control untuk pemakaian yang lebih umum.
Control Valve. Control valve yang digunakan untuk compressor control juga harus memiliki response yang cepat. Umumnya response time control valve sekitar 10 detik. Akan tetapi dengan menggunakan special stroke, response control valve bisa lebih cepat hingga dibawah 1 detik.
Transmitter. Response time transmitter juga perlu diperhatikan, terutama PD transmitter. Transmitter umunya terdiri dari moving part sehingga memiliki sifat redam (dump), hal inilah yang menyebabkan transmitter tidak bisa me-response dengan cepat. Ukuran response time transmitter adalah 63.2% response time, yaitu waktu yang diperlukan untuk mencapai 63.2% response terhadap step input. Umumnya PD transmitter memiliki response time lebih besar dari 1 detik. Akan tetapi ada transmitter dengan design khusus memiliki response time lebih kecil dari 1 detik. Transmitter jenis ini bisa digunakan untuk aplikasi compressor control.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar